Dalam psikologi dan pendidikan,
pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai proses yang menyatukan
pengaruh kognitif, emosional, dan lingkungan dan pengalaman untuk
memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan dalam pengetahuan
seseorang, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2004;
Ormrod, 1995). Hal ini juga dianggap sebagai cara di mana informasi
diserap, diproses, dan disimpan. Teori Belajar adalah
hipotesis rumit yang menggambarkan bagaimana sebenarnya prosedur ini
terjadi. Teori belajar memiliki dua nilai utama menurut Hill (2002),
Salah satunya adalah dalam menyediakan kita dengan kosa kata dan
kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang
kita amati. Yang lainnya adalah dalam mengusulkan dimana kita seharusnya
mencari solusi untuk masalah praktis. Teori-teori tidak memberikan
solusi, tetapi mengarahkan perhatian kita pada variabel yang penting
dalam menemukan solusi.
Ada tiga kategori utama atau kerangka
filosofis dari teori teori belajar ini, yaitu; (1)behaviorisme, (2)
kognitivisme, dan (3) kontruktivisme. Secara garis besar, behaviorisme
hanya berfokus pada aspek-aspek obyektif yang diamati pada proses
pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk
menjelaskan bagaimana otak bekerja dalam mempelajari sesuatu. Sedangkan
teori konstruktivisme mengemukakan bahwa belajar sebagai proses saat
peserta didik secara aktif membangun ide-ide baru dalam belajar.
Merriam dan Caffarella (1991) menyoroti
empat pendekatan atau orientasi untuk belajar, yaitu; behavioris,
cognitivist, humanis dan sosial/situasional. Pendekatan ini melibatkan
ide yang bertentangan dengan tujuan dan proses pembelajaran dan
pendidikan juga peran para pendidik dalam mengajar.
Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-respon, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi
melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal
yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R
(stimulus-Respon).
Ciri-Ciri Teori Behavioristik
- Mementingkan faktor lingkungan
- Menekankan pada faktor bagian
- Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
- Sifatnya mekanis
- Mementingkan masa lalu
Teori behaviouristik ini memiliki beberapa cabang teori yang menekankan pembelajaran pada titik yang berbeda-beda yaitu;
- Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov yang menyimpulkan bahwa sesuatu yang di pelajari dapat di kembalikan kepada stimulus respon. Mendidik pada dasarnya adalah memberikan stimulus yang memberi respon sesuai yang kita inginkan. Hal ini di lakukan berulang – ulang agar hubungan stimulus dan respon semakin kuat.
- Teori Behaviorisme Watson,beliau
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Penganut aliran ini lebih
suka memilih untuk tidak memikirkan hal – hal yang tidak bisa diukur,
meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Pendapat
yang di kemukakan yaitu :
- Teori stimulus dan respon. Apabila kita menganalisis tingkah laku yang kompleks, akan di temukan rangkaian unit stimulus dan respon yang disebut reflex. Stimulus merupakan situasi objektif dan respon merupakan reaksi subjektif individu terhadap stimulus.
- Pengamatan dan kesan. Adanya kesan motoris di tujukan terhadap berbagai stimulus.
- Perasaan, Tingkah laku dan Afektif. Di temukan tiga reaksi emosional yang di bawa sejak lahir, yaitu : takut, marah, dan cinta. Perasaan senag dan tidak senang merupakan reaksi senso motoris.
- Teori berpikir. Berpikir harus merupakan tingkah laku senso motoris dan berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir.
- Pengaruh Lingkungan tehadap perkembangan individu. Reaksi instinktif atau kodrati yang di bawa sejak lahir jumlahnya sedikit sekali, sedangkan kebiasaan – kebiasaan yang terbentuk dalam perkembangan di sebabkan oleh latihan dan belajar.
- Operant Conditioning .Teori ini di pelopori oleh Skinner, dalam teori ini di sebutkan bahwa ada dua macam respon, yaitu :
- Respondent response. Respon ini di timbulkan oleh perangsang – perangsang tertentu yang disebut electing stimuli yang sifatnya relative tetap dan terbatas serta hubungan antara stimulus dan respons sudah pasti sehingga kemungkinan untuk di modifikasi kecil, misalnya makanan yang menimbulkan air liur.
- Operant response. Respon yang timbul dan berkembangnya di ikuti oleh perangsang–perangsang tertentu, yamg biasa di sebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme sehingga sifatnya mengikuti, misalnya saja seorang anak belajar, kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih giat lagi belajar, berarti responnya menjadi lebih kuat / intensif. Respon ini merupakan bagian yang tebesar dari pada tingkah laku manusia dan kemungkinannya untuk di modifikasi tak terbatas. Titik berat teori Skinner adalah pada respon kedua ini.
- Teori Systematic Behavior Clark Hull. Mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat di pengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Dia berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu di kaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun menghasilkan respon yang berbeda–beda bentuknya. Teori ini tidak banyak dipakai dalam dunia praktis karena (1)dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti, (2)idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris, dan (3)partikularistic, usaha utk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen
- Teori Koneksionisme Thorndike. Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionismeProsedur eksperimennya ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu lepas ke tempat makanan.
- Teori Edwin Gutrie, mengemukakan teori kontinguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya Edwin Guthrie berpendapat bahwa hubungan antara stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, di perlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit di tinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena merokok bukan hanya berhubungan dengan satu macam stimulus, tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi.Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang di berikan pada waktu yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.
SUMBER www.Teori Teori Belajar - Sariyanta.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar